* Catatan: Siapa tak kenal Wimar Witoelar dan acara Perspektifnya. Meskipun baru terjun ke dunia broadcasting tahun 1993, tapi agaknya beliau memang ‘ditakdirkan’ untuk terjun ke dunia ini. Beberapa bulan lalu beliau diundang oleh Trijaya FM untuk berbagi pengalaman dalam mewawancarai nara sumber. Laporannya dituang di situs perspektif.net dan saya link dan tampilkan kembali di sini atas seizin beliau. Beberapa bagian tulisan sengaja saya tebalkan. Sumber asli tulisan ini ada di link ini. Anda juga bisa meninggalkan komentar untuk beliau di sana. Selamat belajar dari seorang Wimar
Sepulangnya dari Miri, acara WW mengambil tempat di Lounge Trijaya FM, Gedung Bimantara lantai 2, Kebon Sirih Jakarta. Dengan staf yang terdiri atas ex-KBR 68H, ex Elshinta dan ex Trijaya sendiri, stasion ini berniat meningkatkan kualitas siaran dalam bidang wawancara, baik format maupun konten. Untuk keperluan ini, WW diminta berbagi cerita pengalaman sebagai Interviewer dalam menghadapi narasumber.
Acara Sabtu pagi tanggal 18 Februari ini digelar oleh Trijaya sebagai bahan masukan untuk para broadcaster, produser, dan Station Manager Trijaya dalam menghadapi narasumber dalam forum wawancara atau talkshow.
Kehadiran WW ditemani Wulan, disambut oleh Tias Anggoro [Station Manager Trijaya] dan Lia Christie [Announcer & Producer]. Tepat pukul 10.00 WW mulai bercerita pengalaman menjadi interviewer. Dihadiri oleh crew Trijaya yaitu ; Tias, Lia, Riri, Dodi, Chisya dan beberapa lainnya, WW bercerita pengalaman di dunia broadcasting yang ia geluti sejak 1993. Walaupun berlatar belakang bukan dari profesi broadcasting, performance dan skills WW dikenal baik dalam menghandle narasumber. “Baik atau buruknya suatu talkshow atau wawancara ditentukan oleh bagaimana si pewawancara membawa diri” begitu ungkap WW sebelum mulai wawancara.
Hal yang pertama ditekankan adalah bahwa interviewer harus menanggalkan ego waktu dia melakukan wawancara. Walaupun broadcaster pasti orang yang ber-ego positif, tapi selama sekian menit wawancara, alihkan perhatian pendengar kepada tamu radio atau narasumber. Terus, kitasebagai interviewer harus menghidupkan perasaan senang atau paling tidak curious terhadap tamu. Orang pasti ada bagusnya ada jeleknya. Pada waktu kita mewawancara tamu, kita harus sensitif pada keduanya itu. Jadi kita bisa tonjolkan kelebihannya, dan bukan kelebihan pewawancara, yang harusnya bisa terdengar orang dengan sendirinya.
Senangilah tamunya, dan senangilah diri sendiri. Be happy with what you are dan jangan kedengaran frustrasi. Paling nggak enak kita mendengar pewawancara yang mengeluh. Selanjutnya kesenangan pada diri sendiri diterjemahkan menjadi pede, percaya pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi narasumber. Siap dengan materi, siap dengan kepribadian tamu, pelajari kedua-duanya. Daftar pertanyaan yang disediakan oleh producer bukan syarat mutlak sebagai patokan seorang interviewer dalam menghadapi narsum di sebuah wawancara. Kita bisa membuat pertanyaan dengan improvisasi dan tidak begitu menyimpang. Itu adalah ciri wawancara yang baik. Daftar pertanyaan dapat dijadikan inspirasi yang dapat kita kembangkan. Yang penting wawancara mengalir, tidak macet pada satu titik.
Banyak pertanyaan yang muncul dari kru trijaya, misalnya bagaimana menghadapi narsum yang “agak jutek”. WW biasanya menyiasati dengan personal approach, membuat narsum nyaman sebelum acara wawancara berlangsung. Diusahakan agar disaat wawancara berlangsung, ia tidak segan dan merasa sudah nyaman, tidak ragu dalam mengungkapkan, dan menjawab pertanyaan dari interviewer. Biarkan public yang menilai jutek atau tidaknya narsum, tugas interviewer adalah membuat acara tersebut berlangsung terus.
Ada lagi yang bertanya, apakah menurut WW, wawancara dengan lebih dari satu orang dapat menghasilkan suatu acara yang baik? Menurut WW, format yang terbaik adalah wawancara satu lawan satu. Cara ini dapat lebih menjamin fokus dalam memberikan pertanyaan dan menjawab.
Bagaimana bisa mengenal dan menemukan narasumber yang baik? Perluas pergaulan , kata WW, untuk menjadi seorang interviewer yang baik. Perluas pergaulan tidak hanya dalam lingkungan pekerjaan, bisa juga dari pergaulan biasa dan dunia web, misalnya blog, friendster, dan sebagainya. Tugas pewawancara adalah mengulik suatu informasi dari narsum tanpa harus membuat narsum merasa terdesak atau tidak nyaman atau bahkan marah. Hal ini juga dapat dibina dari karakter pribadi yang baik. “Positive thinking” begitulah singkatnya, salah satu tips agar dapat menjadi good interviewer, selain masih banyak lagi tips yang diberikan oleh WW. Pengembangan kemampuan wawancara tidak berbeda jauh dengan pengembangan pribadi pada umumnya.
Momen yang penting dalam suatu wawancara adalah saat akhirnya. Berhenti disaat wawancara memuncak, adalah cara yang efektif untuk menjaga minat pendengar. Dengan catatan ini, sharing session berakhir.
~~~~~~~~~~~~~~~~
*catatan lagi : Sekali lagi tulisan ini di ambil dari situs perspektif.net. Jika ingin meninggalkan pesan buat WW, silahkan klik link ini dan tinggalkan komentar disana.
*catatan lagi : Sekali lagi tulisan ini di ambil dari situs perspektif.net. Jika ingin meninggalkan pesan buat WW, silahkan klik link ini dan tinggalkan komentar disana.
0 komentar:
Posting Komentar