Dua Jam Tanpa Imajinasi
Oleh : Waheb Muthaleb Al-Banyumasi*
Berawal dari obrolan iseng-iseng di facebook, Rane coba memancing Penulis untuk menceritakan tentang pengalaman pertama waktu siaran, setelah dipikir-pikir ngga tahunya ajakan itu cukup menarik karena siapa lagi yang akan menghargai pengalaman Kita kalau bukan Kita sendiri? Hehe… oke deh terima kasih sudah membuatku tergerak menceritakan hal luar biasa ini.
Well, sampai saat ini rasanya dunia radio bagi penulis masih terasa baru banget, masih banyak urusan yang sepertinya perlu dikenal lebih jauh. Maklum baru di awal-awal tahun ini beraktifitas di radio menjadi salah satu bagian dari rutinitas sehari-hari, apalagi dengan usia yang barangkali sudah tergolong uzur untuk mempelajari dunia yang benar-benar baru. Sebenarnya tanggung jawab menjadi penyiar ini diberikan sebagai tambahan saja, melengkapi basis pekerjaan sebagai reporter tulis yang kala itu baru berjalan 2 bulan.
Sepertinya memang nekat ya sementara kerjaan sebagai reporter saja masih meraba-raba, tahu-tahu tantangan untuk menjadi penyiar tak sampai hati (dan sedikit otak tentunya) Penulis tolak. Memang program yang dibawakan tidak masuk jadwal prime time alias sekedar acara ringan pengantar istirahat para pendengar, tayang antara pukul 22.00 sampai 24.00 WIB. Program itu sendiri diberi tajuk Dendang Warga (Dewa) yang memutar lagu-lagu hiburan khas rakyat kecil dangdut koplo.
Sebagaimana prosedur yang berlaku di Radio Komunitas Suara Warga FM 107,7 setiap Penyiar perdana wajib didampingi oleh Mereka yang sudah berpengalaman, kebetulan yang bertugas mendampingi bukan penyiar reguler melainkan spesialis backup namanya Doni. Dengan gayanya yang urakan n gokil sepertinya Doni memang cocok sekali membawakan program ini, berkali-kali terdengar ucapan terima kasih serta permohonan request lagu dialamatkan padanya. Sepanjang durasi siaran itu nama Penulis sendiri hanya disebut satu kali itupun karena Si Penelepon menanyakan terlebih dahulu, sepertinya cukluplah itu diterima sebagai sensasi yang patut disyukuri, maklum saat siaran itu imajinasi serasa macet dan mengakibatkan bibir lebih banyak terkatup dan hanya sesekali berbicara laiknya robot.
Mungkin karena saking menikmatinya bersiaran, Doni pun sepertinya lupa akan tugas lain yang dibebankan yaitu menjadi ‘tutor’ bagi Sang Penyiar baru. Tapi dari hasil mengamati itu sepertinya sudah banyak hal yang bisa diadopsi sebagai pelajaran meskipun untuk dibilang cukup jelas masih belum.
Dengan hanya berbekal tekad serta kemauan untuk terus belajar, setidaknya kini Penulis (dalam hal ini penyiar) telah merasakan sendiri sebuah metamorfosis dari seseorang yang bermulut kaku menjadi sedikit endhel (genit). Sesekali ada-ada saja fans yang sengaja datang ke studio hanya untuk bertanya “Mas Pepe-nya ada?”. Masih banyak pekerjaan rumah memang termasuk untuk keluar sementara dari radio dan kembali dengan pola pandang audiens, disamping mimpi untuk mewujudkan berlakunya “Suara Warga’s 20 Percent Time” demi mewujudkan visi radio yang cukup serius : MEMBUDAYAKAN DEMOKRASI.
*Penulis adalah penyiar radio Suara Warga FM Jombang (http://radio.suarawarga.info/) aktif mengawal program Dapur Demokrasi dan Dendang Warga.
0 komentar:
Posting Komentar