Pages

Rabu, 11 Januari 2012

PERBEDAAN WAWANCARA DI RADIO DENGAN MEDIA LAIN.

Saya akan mencoba melihat perbedaannya denga melihat karakteristik radio.
1. Suara/AudioPerbedaan paling utama tentu saja adalah adanya unsur suara atau audio. Sudah pasti dalam wawancara radio suara anda akan muncul. Dalam wawancara dengan media cetak, suara anda akan di rubah dalam bentuk tulisan sehingga masih memungkinkan adanya perbaikan dalam hal tata bahasa atau jika ada pendapat anda yang bisa disalah tafsirkan. Wartawan yang baik tentu akan menghubungi anda untuk konfirmasi ulang dan dengan mudah perubahan itu bisa dituliskannya. Tapi di radio ini berarti anda harus merekamkan kembali merekam ulang dan itu tentu perlu waktu.
Karena itulah kontrol suara sangat penting saat melakukan wawancara radio, tapi tujuannya bukan supaya suara anda jadi bagus sebagus suara Pak Sambas (alm), tapi lebih kepada agar apa yang anda sampaikan itu terdengar jelas, baik dari segi artikulasi, penyebutan maupun volume suara.
Jika suara yang terdengar terlalu besar, menjauhlah dari mikrofon dan sebaliknya. ‘Penyakit’ lain yang juga sering muncul berkaitan dengan suara ini adalah apa yang disebut sebagai bopping dan hissing. Bopping akan terjadi jika penyebutan huruf “b” atau “p” terlalu keras atau berlebihan sehingga menimbulkan suara aneh. Hissing muncul pada penyebutan huruf seperti “s” atau “x” yang berlebihan sehingga juga akan terdengar aneh dan menggangu kejelasan suara anda. Atasi dengan mengontrol jarak dengan mikrofon atau juga cara penyebutan huruf-huruf tadi.
2. Sekali lewat.Radio adalah medium sekali dengar. Karena itu jangan bicara bertele-tele. Pastikan anda bicara to the point walaupun mungkin anda diberikan waktu wawancara yang panjang. Siapkan atau tuliskan poin-poin yang akan anda sampaikan. Asal tahu saja, kemampuan orang mendengarkan omongan di radio sangat terbatas. Bahkan konon kemampuan orang menangkap pesan yang didengar di radio hanya maksimal 5 menit setelah itu mereka akan hilang konsentrasi. Jangan pula mendominasi pembicaraan. Biarkan pewawancara yang memegang kendali.
3. Unsur EmosiSelama ini mungkin banyak yang berfikir bahwa wawancara melalui radio relatif lebih mudah, apalagi karena wajah anda tidak nampak, seperti di televisi. Tapi percayalah, emosi anda, suasana hati anda, bahkan sering kepribadian anda akan lebih nampak dari suara.
Karena itulah dalam wawancara radio, penting bagi anda untuk menjadi diri sendiri. Ingat! Anda bukan penyiar. Jadi jangan terlalu memusingkan mutu suara anda. Jadilah diri sendiri. Anda diundang bukan karena suara anda yang berat dan bagus seperti Pak Sambas (alm) atau Olan Sitompul. Anda diundang karena pendapat yang anda sampaikan. Tetaplah santai seperti layaknya bercakap-cakap biasa, tapi tetap kontrol suara anda agar apa yang anda sampaikan itu jelas. Walau ini bukan televisi, tapi jika anda tidak santai, justru akan sangat terasakan oleh pendengar. Bahkan dalam beberapa kasus, suara anda bisa terdengar cempreng.
Demikian beberapa tips dari saya, semoga bermanfaat. Memang pada dasarnya anda tinggal bicara, karena semua sudah diatur oleh pewawancara. Tapi tidak ada salahnya kan jika anda tampak lebih professional sebagai seorang nara sumber. 
_____________
READ MORE...

Wawancara Radio? Siapa Takut!

Pengalaman diwawancara oleh wartawan atau produser radio berbeda ‘rasanya’ dengan wawancara oleh media cetak atau bahkan televisi. Ada beberapa hal yang harus anda persiapkan agar apa yang anda sampaikan benar-benar maksimal dan anda akan nampak sebagai seorang nara sumber yang profesional. Mungkin beberapa tips ini bisa membantu. 
JENIS WAWANCARA RADIO:Wawancara radio biasanya dilakukan melalui cara-cara:
1. LIVE ATAU SIARAN LANGSUNG, baik dengan mengundang anda ke stasiun radio yang bersangkutan atau melalui telepon.
a. Wawancara Di Studio
Jika wawancara dilakukan di studio, pewawancara biasanya akan memberikan anda beberapa pengarahan tentang apa yang harus anda lakukan. Kalaupun tidak, ada beberapa hal yang harus anda perhatikan, seperti:
• Mikrofon: Pastikan jarak antara mulut dengan mikrofon tidak terlalu dekat tapi tidak terlalu jauh. Jarak ideal antara mulut dengan mikrofon adalah satu kepalan tangan. Pastikan pula anda tidak banyak bergerak karena akan mempengaruhi kualitas suara anda di udara. Masalah ini bisa diatasi jika radio yang bersangkutan menggunakan mikrofon yang menyatu dengan headphone. Oya, satu hal lagi, jangan sekali-kali meniup atau mengetuk-ngetuk mikrofon. Ini bukan pidato di kelurahan hehehehe..
• Headphone dan kontrol suara: Jangan anggap remeh fungsi headphone. Kegunaan headphone adalah untuk memonitor kualitas suara anda. Jangan segan-segan meminta pada operator atau penyiar untuk mengecilkan atau membesarkan suara di headphone sesuai dengan kenyamanan pendengaran anda.
• Matikan ponsel anda. Sinyal ponsel bisa mengganggu perangkat elektronik di studio. Matikan. Jangan di silent!
b. Wawancara Melalui Telepon
Wawancara langsung melalui telepon berbeda dengan wawancara langsung di studio. Kualitas suara telepon jauh lebih rendah sehingga seringkali membuat anda harus bicara ekstra keras dengan pengucapan yang jelas. Itu yang terpenting. Hal lain yang juga harus diketahui:
• Anda tidak akan langsung mengudara begitu di telepon. Idealnya anda akan di brief tentang apa yang harus dilakukan. Pada saat itu pastikan suara di ujung sana bisa anda dengar dengan jelas.
• Dalam beberapa kasus, ada radio yang langsung menghubungi anda di udara. Bisa jadi karena anda adalah narasumber yang sulit dimintai wawancara sehingga mereka memutuskan ‘menembak’ anda langsung di udara. Jika ini terjadi, anda punya hak menolak. Sepenting apapun wawancara itu, pihak radio harus lebih dulu meminta persetujuan anda untuk bisa mengudarakan wawancara dengan anda. Jika anda sudah terlanjut di ‘tembak’, tips terbaik dari saya adalah diam. Jangan tutup telepon, apalagi membanting telepon.
• Sebisa mungkin minta si pewawancara untuk menghubungi nomor rumah atau kantor dan jangan melalui handphone.
• Jangan bicara terlalu dekat dengan spiker telepon. Sesuaikan jarak yang nyaman.
• Seringkali anda tertarik mendengar suara anda langsung melalui di radio. Namun sebaiknya jangan. Pertama dia bisa menimbulkan suara feedback atau berdenging. Kedua seringkali ada keterlambatan atau delay di radio sehingga akan menganggu proses anda mendengarkan wawancara. Kalaupun anda tetap ingin mendengarkan melalui radio, pastikan volume nya tidak terlalu besar. Dalam beberapa kasus anda juga bisa membalik speaker radio agar tidak berhadapan laangsung dengan anda. Ini bisa mengurangi efek feedbback.
2. WAWANCARA PRE-RECORDED ATAU DIREKAM TERLEBIH DAHULU, untuk kemudian di edit sebelum diudarakan. Ini juga bisa dilakukan di studio radio yang bersangkutan atau si pewawancara yang datang kepada anda dan melakukan wawancara dengan alat rekam atau juga melalui telepon. Pada prinsipnya wawancara pre-recorded ini sama dengan wawancara lain. Hanya saja bedanya dia tidak dilakukan secara live. Karena itu perhatikan poin-poin sebelumnya.
Selain itu ada hal lain yang juga anda perlu perhatikan, terutama berkaitan dengan wawancara yang dilakukan dengan alat rekam. Setiap alat rekam yang digunakan oleh pewawancara memiliki karekteristik yang berbeda-beda. Ada yang masih menggunakan kaset recorder biasa, mini disc recorder atau bahkan IC recorder yang sudah canggih. Para wartawan radio itu pasti tahu seluk beluk alat rekam mereka. Namun tidak ada salahnya kalau anda memastikan untuk berbicara dengan jelas. Jangan segan-segan untuk bertanya pada pewawancara anda apakah suara anda sudah cukup jelas direkam.
Sekali lagi ingat bahwa tujuan utama anda sebagai nara sumber yang diwawancara adalah supaya apa yang anda sampaikan itu bisa muncul dengan jelas.
~~~
READ MORE...

‘Tips’ Wawancara Radio Ala Wimar

* Catatan: Siapa tak kenal Wimar Witoelar dan acara Perspektifnya. Meskipun baru terjun ke dunia broadcasting tahun 1993, tapi agaknya beliau memang ‘ditakdirkan’ untuk terjun ke dunia ini. Beberapa bulan lalu beliau diundang oleh Trijaya FM untuk berbagi pengalaman dalam mewawancarai nara sumber. Laporannya dituang di situs perspektif.net dan saya link dan tampilkan kembali di sini atas seizin beliau. Beberapa bagian tulisan sengaja saya tebalkan. Sumber asli tulisan ini ada di link ini. Anda juga bisa meninggalkan komentar untuk beliau di sana.  Selamat belajar dari seorang Wimar :-)

‘Tips’ Untuk Pewawancara Radio
Perspektif Online
18 February 2006
Sepulangnya dari Miri, acara WW mengambil tempat di Lounge Trijaya FM, Gedung Bimantara lantai 2, Kebon Sirih Jakarta. Dengan staf yang terdiri atas ex-KBR 68H, ex Elshinta dan ex Trijaya sendiri, stasion ini berniat meningkatkan kualitas siaran dalam bidang wawancara, baik format maupun konten. Untuk keperluan ini, WW diminta berbagi cerita pengalaman sebagai Interviewer dalam menghadapi narasumber.
Acara Sabtu pagi tanggal 18 Februari ini digelar oleh Trijaya sebagai bahan masukan untuk para broadcaster, produser, dan Station Manager Trijaya dalam menghadapi narasumber dalam forum wawancara atau talkshow.
Kehadiran WW ditemani Wulan, disambut oleh Tias Anggoro [Station Manager Trijaya] dan Lia Christie [Announcer & Producer]. Tepat pukul 10.00 WW mulai bercerita pengalaman menjadi interviewer. Dihadiri oleh crew Trijaya yaitu ; Tias, Lia, Riri, Dodi, Chisya dan beberapa lainnya, WW bercerita pengalaman di dunia broadcasting yang ia geluti sejak 1993. Walaupun berlatar belakang bukan dari profesi broadcasting, performance dan skills WW dikenal baik dalam menghandle narasumber. “Baik atau buruknya suatu talkshow atau wawancara ditentukan oleh bagaimana si pewawancara membawa diri” begitu ungkap WW sebelum mulai wawancara.
Hal yang pertama ditekankan adalah bahwa interviewer harus menanggalkan ego waktu dia melakukan wawancara. Walaupun  broadcaster pasti orang yang ber-ego positif, tapi selama sekian menit wawancara, alihkan perhatian pendengar kepada tamu radio atau narasumber. Terus, kitasebagai interviewer harus menghidupkan perasaan senang atau paling tidak curious terhadap tamu. Orang pasti ada bagusnya ada jeleknya. Pada waktu kita mewawancara tamu, kita harus sensitif pada keduanya itu. Jadi kita bisa tonjolkan kelebihannya, dan bukan kelebihan pewawancara, yang harusnya bisa terdengar orang dengan sendirinya.
Senangilah tamunya, dan senangilah diri sendiri. Be happy with what you are dan jangan kedengaran frustrasi. Paling nggak enak kita mendengar pewawancara yang mengeluh. Selanjutnya kesenangan pada diri sendiri diterjemahkan menjadi pede, percaya pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi narasumber. Siap dengan materi, siap dengan kepribadian tamu, pelajari kedua-duanya. Daftar pertanyaan yang disediakan oleh producer bukan syarat mutlak sebagai patokan seorang interviewer dalam menghadapi narsum di sebuah wawancara. Kita bisa membuat pertanyaan dengan improvisasi dan tidak begitu menyimpang. Itu adalah ciri wawancara yang baik. Daftar pertanyaan dapat dijadikan inspirasi yang dapat kita kembangkan. Yang penting wawancara mengalir, tidak macet pada satu titik.
Banyak pertanyaan yang muncul dari kru trijaya, misalnya bagaimana menghadapi narsum yang “agak jutek”. WW biasanya menyiasati dengan personal approach, membuat narsum nyaman sebelum acara wawancara berlangsung. Diusahakan agar disaat wawancara berlangsung, ia tidak segan dan merasa sudah nyaman, tidak ragu dalam mengungkapkan, dan menjawab pertanyaan dari interviewer. Biarkan public yang menilai jutek atau tidaknya narsum, tugas interviewer adalah membuat acara tersebut berlangsung terus.
Ada lagi yang bertanya, apakah menurut WW, wawancara dengan lebih dari satu orang dapat menghasilkan suatu acara yang baik? Menurut WW, format yang terbaik adalah wawancara satu lawan satu. Cara ini dapat lebih menjamin fokus dalam memberikan pertanyaan dan menjawab.
Bagaimana bisa mengenal dan menemukan narasumber yang baik? Perluas pergaulan , kata WW, untuk menjadi seorang interviewer yang baik. Perluas pergaulan tidak hanya dalam lingkungan pekerjaan, bisa juga dari pergaulan biasa dan dunia web, misalnya blog, friendster, dan sebagainya. Tugas pewawancara adalah mengulik suatu informasi dari narsum tanpa harus membuat narsum merasa terdesak atau tidak nyaman atau bahkan marah. Hal ini juga dapat dibina dari karakter pribadi yang baik. “Positive thinking” begitulah singkatnya, salah satu tips agar dapat menjadi good interviewer, selain masih banyak lagi tips yang diberikan oleh WW. Pengembangan kemampuan wawancara tidak berbeda jauh dengan pengembangan pribadi pada umumnya.
Momen yang penting dalam suatu wawancara adalah saat akhirnya. Berhenti disaat wawancara memuncak, adalah cara yang efektif untuk menjaga minat pendengar. Dengan catatan ini, sharing session berakhir.
~~~~~~~~~~~~~~~~
*catatan lagi : Sekali lagi tulisan ini di ambil dari situs perspektif.net. Jika ingin meninggalkan pesan buat WW, silahkan klik link ini dan tinggalkan komentar disana.
READ MORE...

Baca Garis Tangan Di Radio?

Tidak ada yang tidak mungkin!” Itu kata-kata yang paling sering diucapkan bos saya dulu. Maka ketika salah seorang penyiar tamu di radio kami dulu ternyata punya kemampuan membaca garis tangan (Palm Reading), si bos pun menantangnya untuk membuat acara pembacaan garis tangan di radio. Pertanyaan pun bermunculan. Bagaimana caranya? Radio kan media audio. Satu-satunya cara yang terpikirkan adalah dengan mengundang orang yang ingin dibaca garis tangannya ke radio. Tapi si bos menilai cara itu tidak efektif. Dia punya ide lain yang saat itu saya anggap sinting. Mau tahu caranya? Baca terus..
“Suruh pendengar untuk memfotokopi telapak tangannya dan kirim ke sini! Mau lewat surat kek, fax kek, terserah!” Itu titah si bos yang langsung disambut gerendengan kami, bahkan ada yang berusaha menahan tawa. Kenapa?
Pertama, cuma orang bermuka tebal yang mau datang ke tukang fotokopi dan bilang “Mas, tolong fotokopi tangan saya dua kali ya..”
Kedua, kalaupun ada yang nekat, apa hasilnya jelas? Apa garis tangannya bisa ikut terfoto kopi? Lantas apakah bisa ‘dibaca.?
Kamipun mencoba memfotokopi telapak tangan sendiri. Di mesin fotokopi kantor lah pastinya, dan kami perlihatkan pada si kawan yang jago baca garis tangan itu. Menurutnya ada garis-garis halus yang susah ‘dibaca’ nya. Tapi secara umum, garis-garis utamanya masih nampak dan bisa ia ‘baca’. Masalah kedua terselesaikan. Tapi bagaimana dengan masalah pertama?
Setelah kami umumkan, di luar dugaan, ada pendengar yang mengirim fotokopi. Entah bagaimana caranya. Mungkin mencuri-curi fotokopi di kantor ketika semua orang sudah pulang. :) Acara itu menjadi terkenal. Hampir setiap hari kami menerima kiriman fotokopi telapak tangan orang, bahkan tidak sedikit yang dikirim melalui fax. Kalau hasilnya tidak jelas, maka si pembawa acara akan bilang apa adanya dan biasanya si pendengar akan mengirim ulang.
Gilanya, tidak sedikit pendengar yang benar-benar datang ke tukang fotokopi dan minta agar tangannya di fotokopi dan setelah itu diantarnya ke warnet untuk di fax. Saya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kemaluan mereka.. eh.. maksudnya ‘kenekatan’  mereka untuk malu.
Lebih gila lagi karena sadar atau tidak, ternyata kenekatan itu tanpa disadari menjadi sarana promosi yang ampuh. Ketika si tukang fotokopi atau penjaga warnet atau orang yang kebetulan melihat keanehan itu bertanya, maka dijelaskanlah bahwa ini untuk acara pembacaan garis tangan di radio. Getok tular pun terjadi. Informasi menyebar dari mulut ke mulut, bahkan saya pernah melihat sendiri ada orang yang memfotokopi tangannya di sebuah warung fotokopi dan benar dugaan saya, baik si tukang fotokopi maupun orang lain yang melihat jadi bertanya-tanya. Waktu saya tanya, dia bilang ini untuk acara di radio saya. Ramai lah orang yang ada di situ memfotokopi telapak tangannya dan dititip ke saya.. hahaha..
Bos saya benar. Tidak ada yang tidak mungkin! Jalan kalau dicari pasti ada. Rasanya saya belum pernah dengar ada radio yang punya acara pembacaan garis tangan atau palmistry. Dan acara itu bisa sukses besar karena ide sederhana yang kadang jadi tak terpikirkan saking sederhananya. Maklum, kita terbiasa berpikir yang rumit-rumit..
hand.jpgCoba sekarang acara itu masih ada, mungkin bukan lagi fotokopi yang digunakan melainkan scanner. Saya yakin hasilnya lebih bagus. Iseng-iseng saya coba lakukan dan ya.. terbukti! Hasilnya jauh lebih bagus, bisa dikirim melalui email lagi. Hayo, ada yang mau mencoba acara seperti ini di radionya? Dijamin laku karena harus diakui, hal-hal seperti ini masih menarik buat orang lain. Siapa sih yang tidak ingin nasib dan peruntungannya dilihat, walaupun itu belum tentu benar.. :)
READ MORE...

Radio Dalam Kehidupan Seorang Epistoholik

Pengantar: Saat browsing tentang dunia radio, saya menemukan sebuah artikel menarik yang ditulis oleh Bambang Haryanto, Pendiri Komunitas Epistoholik Indonesia. Artikel ini pada dasarnya adalah sebuah perjalanan menelusuri jalur kenangan beliau dalam mendengarkan dan berinteraksi dengan radio siaran, mulai dari Solo, Yogya, Jakarta sampai ke radio-radio siaran luar negeri. Sebuah artikel menarik yang pantas dibaca oleh para pencinta radio seperti dirinya. Oya, artikel ini saya ‘gunting’ dan tampilkan disini dari blog beliau yang bersumber disini. Silahkan juga kunjungi blog tersebut untuk artikel-artikel menarik lainnya, sekalian bisa tahu lebih banyak apakah yang dimaksud denganepistoholik yang ternyata adalah sebuah profesi (kalau boleh disebut demikian) yang sangat menarik.. :)
READ MORE...

Pendengar

Penyiar radio manapun rasanya akan sepakat kalau saya katakan pendengar adalah aset sebuah radio. Buat saya pengalaman dengan pendengar adalah hal paling berharga yang tidak akan pernah saya lupakan selama berkarir di radio yang semoga masih akan berketerusan. Sekedar berbagi pengalaman, kali ini saya mau bercerita tentang mereka, sosok-sosok yang kebanyakan tidak saya kenal wajahnya, namun banyak memberi saya pelajaran dan pengalaman berharga. Sosok-sosok yang kini lebih suka saya panggil teman ketimbang pendengar apalagi fans (emang gue artis hehe..).
~~~
Ketika Nama-nama Itu Menempel Pada Wajah Masing-Masing
Tulisan ini saya awali dari pengalaman paling anyar, yakni ketika radio tempat saya kerja (Radio Singapura Internasional, Siaran Indonesia, RSI) mengadakan acara temu pendengar di Jogjakarta awal Maret 2007 lalu. Hampir 8 tahun saya siaran di radio gelombang pendek (SW) yang jangkauan siarannya merambah hingga ke berbagai pelosok dunia dan konsekuensinya adalah pendengar yang datang dari berbagai kawasan. Ini terbukti ketika temu pendengar di Jogja dihadiri bahkan oleh mereka yang datang hingga sejauh Makassar, Pontianak, Sumedang, Tuban, Malang, Surabaya, Pasuruan, Jakarta dan tentu saja sekitar Jawa tengah dan Jogjakarta.. Benar-benar sebuah penghargaan tersendiri buat saya dan kawan-kawan.
nti.jpg
Dari kisah-kisah merekalah saya semakin tahu betapa dahsyatnya teknologi radio SW yang sekarang sering dianggap ketinggalan jaman. Padahal kenyataannya, kalau sekarang kita bicara globalisasi dan internet, para pendengar radio SW sudah lebih dulu mengglobal lewat radio SW. Ada seorang pendengar yang bahkan berinteraksi dengan radio SW sampai sejauh Rusia. Mereka juga sudah membentuk jaringan pertemanan yang luar biasa besar, mulai dari berbagai kawasan di Indonesia hingga luar negeri. Bahkan ketika saya baru mulai mencoba menebak-nebak nama di balik wajah-wajah itu, beberapa dari mereka sudah sibuk berpelukan dan saling menanyakan kabar. Yang datang pun beragam, mulai dari usia SMP dan SMA sampai ke usia lanjut. Ada juga yang datang berombongan seperti misalnya rombongan pendengar dari PT NTI Kudus dengan pakaian seragam lengkap dengan logo radio kami yang di bordir di baju mereka. Hebat!
img_3307.JPG
Coba tengok pula gambar di atas ini. Itu foto saya dan Fika (penyiar juga) dengan keluarga Pak Jejen Jamiludin dan Ibu Halimatussadiyah beserta kedua anaknya. Mereka berdua bisa berkenalan, bertemu dan akhirnya menikah karena sama-sama mendengarkan siaran RSI. Padahal keduanya terpisah jarak yang tidak bisa dibilang dekat. Pak Jejen dari SUmedang dan sang nyonya tinggal di Banjarmasin. Adalah Pak Aloysius di Tuban, Jawa Timur- seorang pendengar senior yang saking aktifnya dijuluki Menteri Penerangan Radio Listeners Club – yang memperkenalkan mereka melalui radio kami. Mereka bukan satu-satunya. Banyak yang juga bertemu karena sama-sama mendengar radio kami dan akhirnya menjalin hubungan mulai dari persahabatan hingga perkawinan, walau mereka terpisah jarak jauh.
listeners2.jpg
Dan ketika nama-nama itu akhirnya menempel pada wajah masing-masing, saya mendengarkan cerita mereka serta mendengarkan apresiasi dan juga pastinya kritik dan komentar mereka terhadap apa yang saya kerjakan di udara, saya merasa mendapat suntikan semangat baru. Dulu waktu pertama kali training, saya diajarkan untuk selalu membayangkan tengah bicara dengan seseorang ketika berada di belakang mikrofon agar siaran kita lebih terdengar personal, maka kini saya tak payah lagi membayangkan karena tahu pasti seperti apa sosok mereka.
jogja.jpg
 ~~~
Bahkan Nama-Nama Tanpa Wajah Itupun Sangat Berarti
Tentu saja tak mungkin saya bisa mengungkap semua wajah di balik nama para teman pendengar seperti yang kami lakukan di Jogjakarta. Namun tanpa harus bertemu pun beragam pengalaman dan kenangan saya dapatkan dari mereka. Pengalaman itu makin beragam ketika saya tinggalkan radio FM di Jakarta dan bekerja di radio SW tempat saya kerja sekarang.
listeners.jpg
Pada suatu hari raya, misalnya, ketika saya tidak bisa pulang mudik ke Indonesia untuk berkumpul dengan keluarga, datang surat seorang pendengar dari Malaysia yang berisikan angpaw berisi uang 50 ribu rupiah. Bukan uangnya, tapi perhatiannya yang membuat saya terharu. Tak sedikit dari mereka yang mengirimkan bermacam-macam hal, mulai dari puisi, cerpen sampai karya-karya kerajinan tangan yang sederhana tapi menarik. Kalau dibayangkan, mereka menghabiskan waktu untuk membuat semua itu dan mengeluarkan uang untuk mengirimkannya ke luar negeri yang tentu tidak murah, jelas itu bukan sekedar iseng. Jelas itu didasarkan pada perhatian yang sangat besar dan penghargaan pada apa yang kami lakukan.
Seorang ibu di Timur Tengah misalnya mengirimkan satu peti kurma dan akhirnya tertahan di bagian karantina karena peraturan tidak membolehkan. Pendengar lain bercerita tentang bagaimana saya dan kawan-kawan menemaninya ketika tengah bekerja di tengah hutan yang lebat dan terpencil atau tengah berlayar di tengah lautan luas atau bahkan tengah sembunyi di bawah gorong-gorong jembatan yang sempit dan lembab karena lari menghindari dari petugas imigrasi yang mengejar pendatang haram di negeri jiran. Subhanallah! Ini pengalaman berharga yang belum tentu bisa didapat oleh banyak orang.
postcard.jpg
Ya, memang tidak semua pengalaman itu menyenangkan. Itu pasti. Semasa masih siaran di Jakarta, misalnya, pernah ada teman pendengar yang setiap hari selama berbulan-bulan mengirim kartu pos yang isinya melulu kecaman dan ancaman. Ini karena dia -yang tak pernah saya ketahui siapa karena memakai nama samaran- merasa tersinggung dan cemburu dengan sikap saya pada penyiar pasangan di siaran pagi dulu yang ternyata sangat dicintai dan dikaguminya. Bicara cinta, banyak pula yang berkirim surat cinta. Bahkan seorang ibu pernah sangat bernafsu menjodohkan saya dengan anak gadisnya. Dan -boleh percaya boleh tidak- itu tidak hanya berlaku untuk lawan jenis. Pernah ada seorang lelaki yang juga secara rutin menunggui saya selesai siaran dan menawarkan untuk mengantar pulang. Saya sampai takut siaran malam dibuatnya. hahaha.. Oya bicara cinta pula, radiolah yang akhirnya mempertemukan saya dengan istri saya sekarang.. Pastinya istri saya itu perempuan lah, bukan yang pernah rutin menunggui saya pulang itu.. hehe
Itu semua berlum termasuk pengalaman dimaki-maki dan dikirim fax serta surat berlembar-lembar hanya karena saya tidak memutarkan lagu yang diinginkannya. Pernah pula saya didatangi sekelompok orang dari suku tertentu yang merasa tersinggung dengan lelucon yang pernah saya ucapkan di udara, atau didatangi oleh Pak Lurah dan anak buahnya yang tersinggung karena saya mewawancarai bosnya tanpa ijin. Belum lagi semasa kampanye ketika radio kami didatangi satu truk pendukung partai yang merasa dirugikan oleh siaran kami hahaha..
Tapi semua itu lagi-lagi adalah pengalaman berharga yang akan selalu saya simpan sampai kapanpun. Apalagi pengalaman menyenangkan itu jauh lebih banyak dari yang menyebalkan apalagi menakutkan. Saya banyak mendapatkan teman baru dari berbagai kawasan di dunia dan bahkan tak sedikit yang akhirnya sudah seperti keluarga sendiri, walau tak diingkari ada juga yang benci saya setengah mati karena apa yang pernah saya ucapkan di udara.
surats.jpg
Justru beragamnya pengalaman itulah yang membuat akhirnya saya paham mengapa seorang penyiar senior yang pernah saya kenal punya kebiasaan berdoa sebelum mengudara. Kenapa? Karena bisa jadi apa yang kita ucapkan di udara ini mengubah hidup orang lain dan juga hidup kita sendiri. Syukur kalau untuk kebaikan. Kalau sebaliknya? Naudzubillah.. Jangan sampai..
Apakah ada diantara anda yang penyiar dan punya pengalaman menarik dengan pendengar? Ayo, mari berbagi pengalaman.
READ MORE...