idak terasa 2011 hanya tersisa 1 bulan lebih dan segera akan digantikan oleh tahun yang baru. Waktu berjalan begitu cepat, demikian juga dengan perkembangan tekhnologi yang juga dengan cepat terserap oleh kita sebagai
Bayangin aja, saat kamu seorang artis atau penyanyi ngetop gila yang akan tampil di hadapan jutaan penonton. Tentunya kan udah dipersiapkan konsep panggung, custom, blocking penari latar , lighting dan sebagainya. Bahkan, jauh-jauh hari sebelumnya kondisi fisik sudah dipersiapkan agar tampil prima.
Nah, begitu juga apa yang harus dilakukan seorang penyiar. Sebelum siaran harus memperhatikan materi siarannya. Info apa yang mau dibaca, siapa yang mau diwawancarai, lagu apa yang akan dimainkan.
Intinya, sebelum siaran, hal yang paling penting diperhatikan adalah ; materi siaran, run down acara, bahan mentah atau yang udah jadi dari produser. Terlebih jika ada acara khusus misalnya wawancara narasumber penting. Kebayang ga kalo kamu tiba-tiba ditugasin interview Justin Bieber atau bahkan seorang pejabat Negara ?
Selain materi, hal lain yang harus diperhatikan adalah mental. Kenapa ? karena setiap penyiar kadang-kadang juga kehilangan kepercayaan diri saat harus siaran, belum lagi jika saat siaran banyak kejadian penting yang harus disampaikan kepada pendengar. Teror bom misalnya atau kecelakaan beruntun, pesawat jatuh. Dimana hal ini menuntut penyiar untuk bisa mewawancarai semua pihak terkait.
Bukan hanya soal materi , penyiar juga harus siap dengan cacian atau makian dari pendengar yang mungkin ga suka dengan cara bicara, topic yang dibawakan. Eits, jangan berkecil hati dulu. Dari sudut positifnya, penyiar juga harus siap dengan segala polah fan.
Bayangin, saat kamu ga siap. Apa yang akan terjadi ?pengguna karena harganya yang semakin terjangkau. Selain koneksi internet murah – kita bisa mendapatkan koneksi internet mobile unlimited 1 bulan dengan biaya dibawah 50 ribu rupiah – hot spot area yang menawarkan sambungan internet gratis pun sudah jauh lebih mudah ditemukan.
Perangkat untuk mengakses internet semakin terjangkau, mulai dari netbook murah, hingga tablet pc yang dibandrol hanya ratusan ribu rupiah. Tidak ketinggalan telpon selular serba bisa yang juga bisa didapatkan dengan harga yang tidak terlalu mahal. Kondisi ini mendukung kita untuk bisa berinternet dimanapun dan kapanpun kita mau. Saya juga merasakan bahwa kemudahan berinternet – dimana saja dan kapan saja – tidak lepas dari semakin maraknya penggunaan Android (Google) di pc tablet dan seluler pintar menandingi iOS (Apple), Windows Mobile (Microsoft), dan Blackberry (RIM). Bagaimana tidak, ponsel Android yang dijual dengan harga lebih terjangkau, kemampuannya tidak kalah hebat dibandingkan iPhone atau Blackberry.Saat ini saya sudah cukup puas menggunakan ponsel Android murah buatan China untuk bekerja melengkapi gadget internet mobile lain yang sudah saya miliki sebelumnya.
Riset yang dilakukan oleh
MarkPlus menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 55 juta orang, meningkat dari tahun 2010 yang hanya 42 juta orang. Jumlah pengguna mobile internet pun melonjak dari 16 juta orang pada tahun 2010, menjadi 29 juta orang di tahun 2011. Mereka yang diriset oleh MarkPlus adalah pengguna internet berusia 15-65 tahun dari SES ABC dan menggunakan internet lebih dari 3 jam sehari. Melihat usia dan SES respondennya, saya percaya bahwa pengguna internet mobile di Indonesia bisa mencapai lebih dari 30 juta jika ditambah mereka yang berada di SES D.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa mereka yang berada di SES D, justru lebih intens berinternet menggunakan telpon selular ketimbang PC atau bahkan laptop yang harganya jauh lebih mahal. Tidak sedikit pendengar radio dangdut yang tersebar di pelosok sudah terbiasa mengirimkan pesan melalui account Facebook yang dimiliki oleh radio. Didukung dengan internet murah dan ponsel pintar yang dijual dengan harga ekonomis, bukan mimpi lagi jika siapapun akan bisa menjadi netizen (warga internet / pengguna internet).
Angka yang mencapai puluhan juta ini mencengangkan sekaligus mengkhawatirkan, jika kebiasaan orang Indonesia menggunakan internet 3 jam sehari membuat mereka lupa atau enggan lagi mendengarkan radio konvensional melalui gelombang AM atau FM. Ironisnya, saya melihat banyak orang radio termasuk penyiar yang tidak mengkhawatirkan hal ini. Padahal perubahan pelan tapi pasti sudah terjadi – tentunya saat ini sudah bukan hal aneh lagi jika pendengar mendengarkan siaran radio tidak harus melalui radio transistor, radio compo atau radio saku. Bahkan tidak harus menggunakan fasilitas radio streaming, sudah lama banyak ponsel yang bisa digunakan untuk mendengarkan radio FM.
Tidak hanya itu, media cetak pun terancam portal berita online. Semakin banyak orang yang tidak perlu membuka surat kabar atau menunggu esok hari hanya untuk mendapatkan 1 – 2 berita yang dia perlukan melalui ponselnya. MP3 player yang saat kelahirannya bisa menghantam tape portable – Walkman ataupun Discman, sekarang harus mewaspadai kemampuan ponsel pintar untuk menyusun dan memutar berbagai macam lagu yang bisa dengan mudah didapatkan melalui koneksi internet tanpa perlu mendownload. Profesi jurnalis pun mendapat saingan dari citizen journalist yang berkembang seiring dengan menjamurnya penggunaan internet. Siapapun, tidak hanya bisa menjadi pewarta tapi juga bisa menjadi selebriti di jejaring sosial, bisa menjadi penulis blog terkenal, bisa menjadi penyanyi, membuat video klip sendiri, film sendiri, merekam dan memproduseri dirinya sendiri dan mempublishnya di internet atau menjualnya di iTunes. Siapapun bisa punya acara tv sendiri, dan tentunya siapapun bisa menjadi penyiar radio sekaligus mempunyai acaranya tanpa harus membuat radio internet sendiri.
Disaat semakin banyaknya ancaman bagi orang radio, saya sempat melakukan survey kecil-kecilan di berbagai kota mengenai motivasi pendengar mendengarkan radio. Sayang sekali mayoritas dari pendengar mengatakan karena ingin mendengarkan lagu-lagunya. Timbul pertanyaan besar, kenapa bukan karena penyiarnya atau karena acaranya? Padahal idealnya kunci keberhasilan sebuah radio terletak dari penyiarnya yang handal, bukan sekedar pada acara yang wah atau sekedar kompilasi lagunya. Jika ingin tetap eksis dan tidak tergerus oleh jaman, rekan-rekan penyiar harus segera menyadari bahwa yang kita perlukan tidak sekedar tekhnologi canggih atau sekedar merubah siaran dari gelombang radio ke jaringan internet melalui streaming.
Yang perlu dilakukan oleh penyiar agar profesi ini tidak hilang ditelan jaman adalah merubah pola berpikir dan merubah perilaku. Sudah bukan jamannya kita menganggap siaran radio hanya untuk senang-senang atau bahkan sekedar untuk mendapatkan penghasilan. Sudah saatnya penyiar selalu berusaha siaran profesional sesuai ketentuan dengan sepenuh hati dan dengan keinginan untuk menjadi lebih baik, serta terus berusaha memberikan layanan terbaik kepada pendengar. Yang tidak kalah penting adalah berusaha terus belajar dan mengikuti perkembangan jaman agar tidak gagap tekhnologi. Karena apa yang kita lakukan pada saat siaran bukan sekedar untuk radio dimana kita bekerja, tapi lebih terutama lagi untuk masa depan profesi kita.
Change! Or someone else will.